#pinginjadibaik1


Hampir setahun,..
Tidak menulis, tidak bercita, karena kadang aku lelah bicara ke manusia, mereka tidak ada solusi, mereka hanya mendengarkan, mereka kadang tidak bisa dipercaya, mereka kadang hanya bisa menyaksikan, tidak merasakan.

Hampir satu tahun terakhir ini aku berpikir ulang. Antara belum bisa menerima keadaan, marah terhadap diri sendiri dan berusaha ikhlas.

Kerja di bank buat aku mikir. Apa yang aku cari di dunia ini. Apa sekedar gengsi, popularitas, gaji, atau manfaat bagi orang lain? Sometimes, kita ditakdirkan Allah untuk duduk disuatu tempat, bukan untuk menetap tapi hanya untuk singgah dan belajar sesuatu. Lebih kurang begitulah yang aku alami.

Job description mungkin memang bukan seperti yang aku inginkan. Awalnya aku hanya ingin kerja selayaknya banker, duduk manis, pakaian rapi, dandanan cantik, melayani nasabah dengan senyuman dan ketelitian tinggi. Allah punya jalan lain. Sepertinya aku disuruhNya untuk belajar lebih banyak daripada itu. Masih dengan pakaian rapi, dandanan cantik, dan senyuman manis, tapi bedanya nasabah tidak datang padaku, akulah yang harus mendatangi nasabah. Lelah.

Tapi apa boleh dikata, setahun harus kujalani karena terikat kontrak. Allah tetap memberi yang terbaik. Aku tak suka posisi itu, Allah pun tau. Maka diberi Nya lah jalan tengah. Setiap hari aku harus bertemu orang baru, dengan sifat yang totally different. Tua-muda, miskin-kaya, sakit-sehat. Aku belajar memahami sifat manusia.

Setiap kunjungan nasabah pensiunan, aku terenyuh. Rata-rata nasabah adalah orang tua yang tak kuasa berdiri, menulis, makan, minum, mandi secara mandiri. Padahal aku hanya memastikan bahwa nasabah mengetahui cash flow rekeningnya. Kadang nasabah harus dimintai cap jempol, kadang juga ditanya sudah tidak ingat lagi. Selalu ku dokumentasikan, selain untuk laporan juga untuk pengingat diri sendiri.. J

Bergaul dengan siswa sekolah dari TK hingga SMA pun membuatku senang. Secara tidak langsung aku pelajari sifat mereka. Remaja sekarang tidak bisa dididik secara diktator seperti aku dulu dididik orang tua. Mereka cenderung lebih senang bercerita dan kita harus bisa “berandai-andai” menjadi mereka, tanpa mereka sadari percakapan antara “adik-kakak” sudah dibumbuhi nilai pendidikan. Ada yang pintar tapi tak bisa lanjut sekolah, ada yang tidak cukup pintar berasal dari keluarga kaya tapi tak mau kuliah. Tak apa, kita sekarang tidak bisa mengkotak-kotakkan pikiran mereka harus jadi insinyur atau dokter biar sukses.

Kadang dijalan ketika sarapan pagi, aku temukan pengemis, kadang tukang loak, kadang ibu ibu penjual kerupuk dan lemang. Jalan jalan kepasar pun kadang aku temui mereka tukang becak, tukang ojek, penjual balon keliling. Hati ini rasanya perih, ya Allah aku bisa memilih sarapan pagi ini, tapi belum tentu bagi mereka.

Begitupun dengan nasabah kaya, harta berlimpah, anak sukses semuanya, rumah berlantai keramik dengan furniture jati mahal, usaha jaya, tak urung kadang akupun iri melihatnya. Bagaimana bisa punya rekening gendut. Tak heran, deposito 1 Milyar bunga akan dibayar sekitar 10juta perbulan. Itu artinya sang pemilik hanya ayun kaki dirumah. Tapi, apa aku tidak berdosa?

Pergi pagi, pulang malam. Rapat kadang sampai malam. Ketika rapat berkali kali aku berpikir ulang, sebegitu kerasnya aku mengejar kebahagiaan dan gengsi dunia ya Allah. Bahkan ketika Kau pilihkan waktu malam untuk istirahat, bahkan ketika kau pilihkan waktu Ramadhan untuk membakar dosa. Aku tetap mengejar dunia.

Aku belajar banyak. Allah suruh aku belajar banyak. Bertemu orang banyak, menjalin silaturahmi dengan orang baru, belajar hal baru, bagaimana berbicara dengan orang yang lebih tua, bagaimana mengerti jiwa muda tanpa harus memaksanya, bagaimana rasanya terluka berharap dengan orang lain, bagaimana rasanya hidup susah dan bahagia, bagaimana rasanya menjadikan hal perlu sebagai pelajaran dan mengabaikan hal tidak perlu pun sebagai pelajaran. Belajar besyukur.

Bersyukur kamu masih punya dua kaki, punya badan sehat (meski waktu itu berat badanku turun drastis karena kelelahan), bersyukur punya keluarga, bersyukur bisa menjalin hubungan pertemanan baru dengan orang yang sebelumnya tidak pernah bertemu.

Bahkan memori kelampun tak luput dari pengalamanku dari situ. Dimarahi karena hal yang tak pernah kulakukan, diberi pekerjaan diluar tanggung jawab, dan dianggap remeh karena posisi paling kecil diperusahaan ini. Untuk hal ini, aku bersyukur luar biasa. Aku bahkan belajar bagaimana menjadi licik, menyaksikan dengan mata kepala sendiri bagaimana bermuka dua, mendengar dengan telinga sendiri bagaimana strategi kebohongan dijalankan.

Jika Allah tidak melindungiku, mungkin aku akan terseret ke dalam kaum seperti demikian. Hampir. Hampir saja. Tapi tetap pada prinsip awal, aku bekerja berusaha untuk jujur. Tapi mau bagaimana, semakin lama, aku semakin mengerti arti fashion. Bahwa kehidupan sosialita mereka luar biasa tidak bisa aku ikuti. Jam tangan yang biasa kubeli hanya 50 rbu, tas tangan yang biasa kubeli paling mahal 100 rbu, sepatu yang biasa aku beli tidak pakai hells tinggi, dan make up yang biasa hanya kupakai seadanya saja. Semua berubah. Sekali lagi aku berpikir, inikah yang aku cari?

Kini, aku paham..
Allah memberiku kesempatan untuk belajar. Dunia didepan masih sangat keras. Dan bersyukurnya aku diberi kesempatan untuk belajar bab pendahuluannya. Hidup ini keras.

Bagaimana jadinya jika Allah tak sentuh hatiku dengan segenap kegelisahan itu? Mungkin sekarang aku masih berleha-leha memikirkan dunia dan target perusahaan. Mungkin sekarang aku masih memakai barang bermerek nan mahal. Mungkin sekarang aku sudah alergi melihat kaum dhuafa diluar sana. Mungkin sekarang aku memilih teman yang punya jabatan penting saja. Astaga. Aku sadar betul aku pernah melakukan semua itu...

Sekali lagi Allah masih sayang...
Kadang Allah hanya persilahkan kita singgah disuatu tempat, hanya untuk bertemu orang baru, menjalin persaudaraan saling mengingatkan dalam kebaikkan, mengambil setiap pelajaran dan setiap sifat dan perbuatan. Allah hanya persilahkan singgah, tapi tidak untuk menetap.

Karena ada hal lain yang lebih penting didunia ini daripada sekedar gengsi. Visi dan misi hidup ini harus terus diingat. Sebaik baik manusia adalah yang bermanfaat bagi manusia lain. Dan tujuan penciptaan bukan persoalan tinggi-tinggian jabatan, tapi tinggi-tinggian amal perbuatan.

Kita harus memilih, hidup ini pilihan. Bahkan ketika tidak memilihpun itu adalah pilihan. Allah bukan bos, yang Cuma tau hasil. Allah selalu hargai proses, begitupun proses kita untuk berusaha menjadi baik.

Tak apa kau kecewakan semua yang kemarin berbahagia atas suksesmu, mereka hanya lupa apa yang dibawa nanti nanti, yaitu ilmu, amal dan anak solehah.

Akupun juga ingin begitu... Allah selalu punya cara. Meski kini sakit yang kita rasa, bahkan tidak adil yang kita terima, yakinlah...suatu hari nanti kita akan berterima kasih sudah ditakdirkan begini. Sama seperti aku sekarang...
Tak henti henti kuucapkan terima kasih pada setiap kesempatan. Ya Allah, jika tidak begini, bagaimana nasibku? Mungkin lebih buruk. Alhamdulillah aku tidak seperti itu kalau melihat kondisi sekarang tak salah Allah menakdirkan aku begini.

Kita benci keadaan ini, tanpa kita sadari hal ini akan berpengaruh besar nanti nanti.
Kita memang diciptakan egois, mengeluh!! Padahal Allah tau batas aman yang paling baik. Hari ini besok setaun lagi tidak akan pernah tau, semoga selalu menjadi pribadi yang bisa memperbaiki diri walau peningkatannya hanya 1% saja..

Alhamdulillah,..
Regards,

Ira yang mulai bahagia karena bersyukur.

Komentar