Hampir setahun,..
Tidak
menulis, tidak bercita, karena kadang aku lelah bicara ke manusia, mereka tidak
ada solusi, mereka hanya mendengarkan, mereka kadang tidak bisa dipercaya,
mereka kadang hanya bisa menyaksikan, tidak merasakan.
Hampir
satu tahun terakhir ini aku berpikir ulang. Antara belum bisa menerima keadaan,
marah terhadap diri sendiri dan berusaha ikhlas.
Kerja
di bank buat aku mikir. Apa yang aku cari di dunia ini. Apa sekedar gengsi,
popularitas, gaji, atau manfaat bagi orang lain? Sometimes, kita ditakdirkan
Allah untuk duduk disuatu tempat, bukan untuk menetap tapi hanya untuk singgah
dan belajar sesuatu. Lebih kurang begitulah yang aku alami.
Job
description mungkin memang bukan seperti yang aku inginkan. Awalnya aku hanya
ingin kerja selayaknya banker, duduk manis, pakaian rapi, dandanan cantik,
melayani nasabah dengan senyuman dan ketelitian tinggi. Allah punya jalan lain.
Sepertinya aku disuruhNya untuk belajar lebih banyak daripada itu. Masih dengan
pakaian rapi, dandanan cantik, dan senyuman manis, tapi bedanya nasabah tidak
datang padaku, akulah yang harus mendatangi nasabah. Lelah.
Tapi
apa boleh dikata, setahun harus kujalani karena terikat kontrak. Allah tetap
memberi yang terbaik. Aku tak suka posisi itu, Allah pun tau. Maka diberi Nya
lah jalan tengah. Setiap hari aku harus bertemu orang baru, dengan sifat yang
totally different. Tua-muda, miskin-kaya, sakit-sehat. Aku belajar memahami
sifat manusia.
Setiap
kunjungan nasabah pensiunan, aku terenyuh. Rata-rata nasabah adalah orang tua
yang tak kuasa berdiri, menulis, makan, minum, mandi secara mandiri. Padahal
aku hanya memastikan bahwa nasabah mengetahui cash flow rekeningnya. Kadang
nasabah harus dimintai cap jempol, kadang juga ditanya sudah tidak ingat lagi.
Selalu ku dokumentasikan, selain untuk laporan juga untuk pengingat diri
sendiri.. J
Bergaul
dengan siswa sekolah dari TK hingga SMA pun membuatku senang. Secara tidak
langsung aku pelajari sifat mereka. Remaja sekarang tidak bisa dididik secara
diktator seperti aku dulu dididik orang tua. Mereka cenderung lebih senang
bercerita dan kita harus bisa “berandai-andai” menjadi mereka, tanpa mereka
sadari percakapan antara “adik-kakak” sudah dibumbuhi nilai pendidikan. Ada
yang pintar tapi tak bisa lanjut sekolah, ada yang tidak cukup pintar berasal
dari keluarga kaya tapi tak mau kuliah. Tak apa, kita sekarang tidak bisa
mengkotak-kotakkan pikiran mereka harus jadi insinyur atau dokter biar sukses.
Kadang
dijalan ketika sarapan pagi, aku temukan pengemis, kadang tukang loak, kadang
ibu ibu penjual kerupuk dan lemang. Jalan jalan kepasar pun kadang aku temui
mereka tukang becak, tukang ojek, penjual balon keliling. Hati ini rasanya
perih, ya Allah aku bisa memilih sarapan pagi ini, tapi belum tentu bagi
mereka.
Begitupun
dengan nasabah kaya, harta berlimpah, anak sukses semuanya, rumah berlantai
keramik dengan furniture jati mahal, usaha jaya, tak urung kadang akupun iri
melihatnya. Bagaimana bisa punya rekening gendut. Tak heran, deposito 1 Milyar
bunga akan dibayar sekitar 10juta perbulan. Itu artinya sang pemilik hanya ayun
kaki dirumah. Tapi, apa aku tidak berdosa?
Pergi
pagi, pulang malam. Rapat kadang sampai malam. Ketika rapat berkali kali aku
berpikir ulang, sebegitu kerasnya aku mengejar kebahagiaan dan gengsi dunia ya
Allah. Bahkan ketika Kau pilihkan waktu malam untuk istirahat, bahkan ketika
kau pilihkan waktu Ramadhan untuk membakar dosa. Aku tetap mengejar dunia.
Aku belajar
banyak. Allah suruh aku belajar banyak. Bertemu orang banyak, menjalin
silaturahmi dengan orang baru, belajar hal baru, bagaimana berbicara dengan
orang yang lebih tua, bagaimana mengerti jiwa muda tanpa harus memaksanya,
bagaimana rasanya terluka berharap dengan orang lain, bagaimana rasanya hidup
susah dan bahagia, bagaimana rasanya menjadikan hal perlu sebagai pelajaran dan
mengabaikan hal tidak perlu pun sebagai pelajaran. Belajar besyukur.
Bersyukur
kamu masih punya dua kaki, punya badan sehat (meski waktu itu berat badanku
turun drastis karena kelelahan), bersyukur punya keluarga, bersyukur bisa
menjalin hubungan pertemanan baru dengan orang yang sebelumnya tidak pernah
bertemu.
Bahkan
memori kelampun tak luput dari pengalamanku dari situ. Dimarahi karena hal yang
tak pernah kulakukan, diberi pekerjaan diluar tanggung jawab, dan dianggap
remeh karena posisi paling kecil diperusahaan ini. Untuk hal ini, aku bersyukur
luar biasa. Aku bahkan belajar bagaimana menjadi licik, menyaksikan dengan mata
kepala sendiri bagaimana bermuka dua, mendengar dengan telinga sendiri
bagaimana strategi kebohongan dijalankan.
Jika
Allah tidak melindungiku, mungkin aku akan terseret ke dalam kaum seperti
demikian. Hampir. Hampir saja. Tapi tetap pada prinsip awal, aku bekerja
berusaha untuk jujur. Tapi mau bagaimana, semakin lama, aku semakin mengerti
arti fashion. Bahwa kehidupan sosialita mereka luar biasa tidak bisa aku ikuti.
Jam tangan yang biasa kubeli hanya 50 rbu, tas tangan yang biasa kubeli paling
mahal 100 rbu, sepatu yang biasa aku beli tidak pakai hells tinggi, dan make up
yang biasa hanya kupakai seadanya saja. Semua berubah. Sekali lagi aku
berpikir, inikah yang aku cari?
Kini,
aku paham..
Allah
memberiku kesempatan untuk belajar. Dunia didepan masih sangat keras. Dan bersyukurnya
aku diberi kesempatan untuk belajar bab pendahuluannya. Hidup ini keras.
Bagaimana
jadinya jika Allah tak sentuh hatiku dengan segenap kegelisahan itu? Mungkin sekarang
aku masih berleha-leha memikirkan dunia dan target perusahaan. Mungkin sekarang
aku masih memakai barang bermerek nan mahal. Mungkin sekarang aku sudah alergi
melihat kaum dhuafa diluar sana. Mungkin sekarang aku memilih teman yang punya
jabatan penting saja. Astaga. Aku sadar betul aku pernah melakukan semua itu...
Sekali
lagi Allah masih sayang...
Kadang
Allah hanya persilahkan kita singgah disuatu tempat, hanya untuk bertemu orang
baru, menjalin persaudaraan saling mengingatkan dalam kebaikkan, mengambil
setiap pelajaran dan setiap sifat dan perbuatan. Allah hanya persilahkan
singgah, tapi tidak untuk menetap.
Karena
ada hal lain yang lebih penting didunia ini daripada sekedar gengsi. Visi dan
misi hidup ini harus terus diingat. Sebaik baik manusia adalah yang bermanfaat
bagi manusia lain. Dan tujuan penciptaan bukan persoalan tinggi-tinggian
jabatan, tapi tinggi-tinggian amal perbuatan.
Kita
harus memilih, hidup ini pilihan. Bahkan ketika tidak memilihpun itu adalah
pilihan. Allah bukan bos, yang Cuma tau hasil. Allah selalu hargai proses,
begitupun proses kita untuk berusaha menjadi baik.
Tak apa
kau kecewakan semua yang kemarin berbahagia atas suksesmu, mereka hanya lupa
apa yang dibawa nanti nanti, yaitu ilmu, amal dan anak solehah.
Akupun
juga ingin begitu... Allah selalu punya cara. Meski kini sakit yang kita rasa,
bahkan tidak adil yang kita terima, yakinlah...suatu hari nanti kita akan
berterima kasih sudah ditakdirkan begini. Sama seperti aku sekarang...
Tak henti
henti kuucapkan terima kasih pada setiap kesempatan. Ya Allah, jika tidak
begini, bagaimana nasibku? Mungkin lebih buruk. Alhamdulillah aku tidak seperti
itu kalau melihat kondisi sekarang tak salah Allah menakdirkan aku begini.
Kita
benci keadaan ini, tanpa kita sadari hal ini akan berpengaruh besar nanti
nanti.
Kita
memang diciptakan egois, mengeluh!! Padahal Allah tau batas aman yang paling
baik. Hari ini besok setaun lagi tidak akan pernah tau, semoga selalu menjadi
pribadi yang bisa memperbaiki diri walau peningkatannya hanya 1% saja..
Alhamdulillah,..
Regards,
Ira yang
mulai bahagia karena bersyukur.
Komentar
Posting Komentar
tiNgkYuh foR aLL