We thank you...

Ini tanggal 19, tapi biasanya kalo tulis di blog jadi tanggal 18. Mungkin blog ini waktu luar negeri bukan waktu Indonesia bagian Jakarta. Karena tanggalnya mundur ke 18, berarti hari ini pas satu bulan pasca menikah dibulan sebelumnya. 

Sebenarnya ada banyak hal yang seharusnya sudah saling tahu, tapi berhubung dan berhubung dan dihubung hubungkan, maka sebulan pasca menikah koq perasaanku seperti masih pacaran. E maap, aku lupa rasanya pacaran semenjak 3 tahun yang lalu. Okesip!

Kemaren pas resepsi di Lahat, jujur saja aku kurang suka dengan ceramahnya. bukan kurang suka, bahkan aku tidak suka sama sekali. Intinya adalah membahas jarak yang terbentang diantara kami. Kalo ada sesi tanya jawab, mungkin pernyataan si ustad sudah aku tangkis berkali-kali. Siapa juga yang mau dengan jarak sejauh ini. Dan siapa juga yang mempertemukan kami pada jarak yang tidak pernah terpikir sama sekali. Didalam hidup ini, aku benar-benar tidak suka dengan orang yang membuat mental orang lain down, menurunkan semangat orang lain, mengecilkan hati orang lain ditambah alasan-alasan yang menurutku tidak masuk akal jika dikaitkan dengan takdir yang sudah digariskan oleh Allah..

Pak ustad cuma tahu hasilnya pak, tanpa tahu bagaimana prosesnya hingga saat ini. Jatuh bangun, meyakinkan orang tua, maju mundur, istikharah, doa. Oh, jadi tidak bisa dibilang "Ini berat bagi kalian, berat sekali!" Pingin rasanya aku jawab pernyataannya, tapi aku sadar bahwa aku harus tetap terlihat cantik karena kamera ada dimana-mana. Dan satu hal lagi, walaupun pendidikan ana S2, ana sangat paham bahwa suami ana adalah yang paling tinggi kedudukannya. Tidak perlu dijelaskan secara gamblang. Bisakan dijelaskan dengan kalimat yang lebih positif persuasif?

Dan dari sini aku belajar lagi. Bahwa sesungguhnya yang paling mengerti keadaan adalah hanya keluarga. Bahkan terkadang keluargapun masih harus dijelaskan berulang-ulang agar satu kepala.

Jelas aku lebih suka dengan kalimat Bapak mertua yang selalu saja meyakinkan kami bahwa jarak bukanlah halangan, bahwa pendidikan bukanlah penghalang rejeki kami berdua, bahwa semuanya akan ada jalannya jika memang sudah takdirnya. Subhanallah, Sebaik-baik penasihat memang dari keluarga sendiri.



 Terima kasih tak berbalas kepada kedua orang tuaku yang selalu menerima bagaimanapun nilai rapotku, selalu memberikan bodrexin ketika badanku dulu panas, sebanyak 3 butir karena aku suka rasa jeruknya. Terima kasih karena telah mampu menamatkan sekolahku hingga jenjang S1 dan sekarang menginjak S2. Terima kasih karena sudah menemaniku dari panjang badanku hanya 28 cm hingga sekarang mencapai 165 cm. Terima kasih tak terhingga karena masih mau menerimaku walaupun aku selalu keras kepala terhadap pilihanku menjalankan bisnis tak seberapa, akhirnya aku bisa hemat karena semua kulakukan sendiri. Dan maafin aku karena aku dulu pernah egois bersama orang yang aku suka sekian lama, namun pada akhirnya aku bersama dengan orang yang kukenal hanya beberapa waktu saja. Semoga Allah menghadiahkan surga bagi ibu dan bapak aamiin...

 Dan aku tidak punya siapapun didunia ini yang aku percayai untuk berbagi selain kedua adik-adikku... Aku tidak punya teman yang lebih tahu aku selain adik-adikku. 

Dan aku tidak punya orang lain yang bisa direpotkan dan disuruh-suruh selain adik-adikku. Dan aku tidak memiliki siapapun didunia ini untuk berbagi baju selain adik-adikku. Dan aku tidak memiliki siapapun didunia ini untuk minjem duit selain adik-adikku. Dan aku tidak memiliki siapapun didunia ini untuk diperintah biar masak dan nyuci baju selain adik-adikku...

Maka keduanya adalah bagian dariku..
Dan aku memiliki peran untuk menjadi contoh yang baik bagi keduanya. Hal itu adalah yang selalu diingatkan oleh Bapak. Menjadi contoh yang baik, menjadi penebas jalan bagi adik-adik. Aku harus selalu juara kelas agar bisa dicontoh adik-adik. Dan aku harus masuk Universitas negeri agar bisa dicontoh adik-adik. Dan aku harus mampu mencari uang agar menjadi contoh bagi keduanya. Dan kini mereka memiliki Kakak untuk bisa dicontoh selanjutnya... :)


Maka, akupun berterima kasih kepada Ibu yang sudah melahirkan suamiku sekarang. Yang telah mampu menerima risiko baik buruknya aku walaupun dalam waktu yang singkat. Yang menganggap aku sebagai anak perempuan tambahan dalam keluarga. Terima kasih telah menyabarkan dan meluruskan setiap ucapak suami yang berantakan. Dan terima kasih telah mempercayakan kami untuk bisa menikah dengan keadaan kami yang dinilai bisa berubah menjadi lebih baik. Terima kasih sudah bersabar menjaga keegoisan suami sebelumnya, sifat kekanak-kanakannya, jiwa muda yang selalu membangkang. Dan tetap menerimanya walau dahulu pernah berada pada hal yang tidak seharusnya. Terima kasih sudah membesarkan hati kami dan memenuhi keinginan untuk bawa wajik dan dodol walau entah bagaimana...

Dan semua tidak akan terlaksana tanpa dukungan dari Bapak kami. Orang pertama yang meyakinkan hati kami bahwa semua akan berjalan baik-baik saja. Yang meyakinkan bahwa kami pasti bisa menjalaninya dengan jarak yang luar biasa. Yang selalu berusaha mendamaikan bahwa kita tetap akan bisa bertemu dan menjadi keluarga bahagia dan pasti akan bersama selamanya. Terima kasih tak terbatas karena telah membuang jauh-jauh keraguan kami akan keadaan yang terus memaksa. Dan terima kasih telah mempercayakan kami bahwa kami pasti bisa melewatinya ditengah jarak, kerja dan kuliah yang membelenggu kami...:)

Dan itulah sebaik-baiknya penasihat, dan masih ada lagi dibelakang ini semua keluarga besar kami yang tak bisa didiskripsikan satu satu karena keterbatasan blog. Walau bagaimanapun, setinggi apapun orang yang menasihatimu, sepintar apapun orang yang menasihatimu, tetap keluarga tempatmu sebaik baik belajar mengenai cinta dan kasih sayang. Bukan dari orang lain.

Desember yang lalu, tahun lalu.. kita bahkan tidak pernah terpikir akan melangkah secepat ini. Aku bahkan tidak percaya bahwa akan secepat ini. Kita sudah bersama. Berjanji diantara keluarga dan Allah Subhanahuwataala untuk tetap menjalani semuanya bersama apapun keadaannya. Harus diingat bahwa ada ribuan malaikat yang datang dan mengaamiinkan ketika akad terucap. Karena mulai saat itu, ketika suami istri saling berpangandangan, maka sudah dinilai pahala oleh malaikatnya. Pada saat itu setanpun cemberut karena usaha mereka gagal. Namun perlu diingat bahwa mereka selalu punya cara untuk membuat keadaan tidak baik. Maka semoga dengan menjadi air salah satu dari kita, dapat memadamkan api salah satu dari kita.

Dan siapa yang sudah berjanji, maka harus ditepati, Harus...

With love,
Ira yang belom mandi pagi tapi tetap cantik.





Komentar