My baby, my lecturer.. :')

Begitu tau hamil, rasanya gado gado. Antara bahagia karena akhirnya mau bertiga, dan karena bingung bagaimana bisa menyeimbangi dengan diri yang masih kuliah dan kerja luar kota. Dari sini saya sadar, bahwa kaki ini harus kuat, mental ini harus bak baja, tubuh ini harus sehat, mata ini tak boleh ngantuk terus, dan otak ini harus selalu waras. Agar supaya semua bisa berjalan seiya sekata, senasib sepenanggungan.

Hamil ditengah perkuliahan yang mengharuskan menulis tesis, penelitian di lab, mengacak jurnal internasional, bersahabat dengan suasana larut malam, ditambah dengan rumitnya agar dapat memenuhi permintaan dosbing yang bak kabel kusut. Rasanya lebih dari permen nano nano warna kuning. Tak berhenti sampai disana dong, keadaan yang mengharuskan LDR dengan suami yang kerja di pulau berbeda, membuatku merasa pingin cepet-cepet malam, supaya bisa tidur dan istirahat. Tak mau terlalu cepat bertemu pagi, karena kalau sudah terdengar burung bernyanyi di bawah AC kamar, ah sudah, lemas rasanya. Karena itu artinya pagiku dimulai berdua saja, bersama si utun yang tiap malam ngajak ke kamar kecil buat pipis sampe 10 kali.. Makasih sayang, ibu olahraga ringan malam-malam..


hay babe.. yang tiap malam bobok di kantung kemih ibu dengan santuynya..

Pagi dimulai dengan sarapan tipis-tipis. Makan roti bakar 4 helai, susu atau teh manis segelas doang. Jangan lupa sambil nonton CNN, biar si utun dalem perut nanti terlahir cerdas. Setelah selesai olahraga otak pagi, maka langsung siap-siap kekampus atau ke lab. Dan hebatnya lagi saya berangkat pake motor, pake jaket kebesaran, bawa tas ransel, bawa goodie bag isi bekal dan botol minum 2 liter. Sendirian bawa motor ditengah kabut asap kendaraan yang setebal make up betty bob. Dan hei, jalanan itu tidak sepi, bahkan ramai sekali. Bayangkan pula, saya tu hamil 4 bulan saat itu, dan harus ke lab yang banyak asam asam yang kurang baik untuk janin. Maka, tiap hari harus pake masker, jas lab dan sepatu tertutup. Alangkah gerahnya. Dan itu terjadi setiap hari hingga usia kehamilan 32 weeks alias 8 bulan. Hal ini berulang sejak perut belum nyenggol stang motor, hingga perut sudah mulai membesar dan senggol-senggolan dengan stang motor, bahkan untuk belok pake motorpun mikir mikir.

Menghadapi jalanan ramai tidaklah seberapa dibandingkan dengan perasaan sedih ketika nunggu dosen untuk konsultasi namun dosennya tidak datang, bahkan tidak bersedia untuk ditemui. Naik turun tangga di kampus sambil bawa si utun. Sampe-sampe ada dosen lain lewat dan bilang “Kamu lagi hamil ya?”. Bapak gak lihat perut saya besar? Apa dikira ini revisian yang ditolak melulu. Setidaknya si pak dosen sudah peduli, makasih pak, semoga sehat selalu.

Sabtu dan minggu adalah hari istirahat. Dimana setiap hari tersebut harus bener-bener full time istirahat tanpa diganggu tugas dikampus ataupun revisi tesis. Tapi kadang tiba-tiba dosbing chat minta kirim revisi. Kalo sudah begini terpaksa duduk didepan leptop berjam-jam sampe si utun joget-joget karena kaki keram. Hari liburku sangat produktif. Besok-besok si utun jadi professor dah.

 

lanjutkan revisi tanpa batas...

siap tempur dengan peralatan lab yang rentan pecah..Jangan pecah ya sayang,.

Di usia kandungan 25 weeks, panggilan untuk mengikuti pelatihan dari kantor datang. Saya diharuskan ikut pelatihan diluar kota yang jaraknya 6 jam. Deg-deg ser rasanya. Dengan perut yang semakin membuncit, saya diharuskan tinggal di asrama dan belajar sampai malam. Kondisi asrama yang bisa dibilang mirip barak dengan fasilitas bak mandi yang harus dikuras terlebih dahulu saking hitamnya. Ditambah setiap hari harus berebutan makan bersama dengan peserta lainnya. Seandainya datang belakangan dapat dipastikan kita Cuma kebagian ikan goreng ukuran kecil dan sesendok sambal terasi. Beruntung kamar didepan ruang makan sehingga ketika petugas membunyikan lonceng peringatan makan, ibu ibu hamil ini langsung gesit antri makan dan ambil ikan ukuran jumbo. Setiap malem berdoa supaya hari penutupan cepat datang. Supaya bisa kembali tidur dengan tenang tanpa ada ketakutan karena kurang nyaman sama suasana asrama yang sepi dipinggiran kota. Ditambah lagi dosbing yang selalu menggebu-gebu suruh ini itu ditengah pelatihan rumit ini. Dear dosbingku yang semangat sekali, mari kita minum kopi dulu sambil ngemil roti gabin agar supaya suasana hati menjadi cair.


Baju putih hitam masih muat dan perut buncit masih bisa tersamarkan..


Memasuki usia kandungan 32 weeks, saya putuskan untuk stop kegiatan kampus. Perut semakin membesar, kaki semakin membesar, badan semakin melebar, otak semakin berpendar, pertanda semua kegiatan fisik harus dikurangi dan harus fokus mempersiapkan proses melahirkan. Pamit sama dosbing sambil mohon doa. Didoakan semoga cepat pulih dan kembali lagi. Ya Tuhan, baru mau pamit sudah disuruh kembali. Ini bukan lagu pergi untuk kembali, bu. Biarkan saya melahirkan dengan tenang tanpa terbayang tabel anova dan uji lanjutnya, please~

Akhirnya, si dedek bayi launching dengan persalinan normal. Pipinya lebar, wajahnya bulat, tangannya dua, jari tangannya 10, rambutnya klimis, senyumnya manis, dan kuku nya panjang. Apakah si bayi didalam perut sana tidak potong kuku nak? Perempuan cantik yang sudah begadang dihari pertama kehidupannya benar-benar mengubah kehidupanku. Layaknya seorang ibu yang punya insting keibu-ibuan, dosbing akhirnya menanyakan kapan lahiran. Wah, sepertinya ikatan kami kuat sekali ya. Jangan tanya kapan mau lanjutkan tesis ini ya bu, biarkan saya belajar bedong bayi dulu. Nanti si bayi malah bingung karena si ibunya nimang leptop berisi tesis terus. Bingung kan.

 

betapa rampingnya jari jemari ini ya Allah...

Kehadiran dedek bayi mengalihkan dunia saya. Tidur minim, perdua jam harus bangun, bahkan per satu jam. Nonton sinetron sampe tengah malam karena mata si bayi bulat bersinar terang dimalam hari. Ditambah lagi sulit untuk BAB karena sembelit dan susah ngeden. Apalagi jika diingat ngilunya bekas jahitan. Dimasa-masa demikian tidak perlu khawatir untuk gendut. Niscaya semua lemak-lemak itu akan menghilang karena bangun malam. Menyusui sambil tahan ngantuk dan berteman dengan ayam-ayam yang berkokok dalu, seru sekali. Hari demi hari diisi dengan belajar cara ganti popok, memandikan bayi, menyusui, bergadang sampai pagi, dan suap suapan sama si bayi yang mulai mpasi. Dari hal itu semua yang harus benar-benar dikelola adalah emosi. Dan dari hal itu semua, yang paling sukar untuk dipelajari adalah sabar, sabar, sabar, sabar. Jika ada yang bilang sabar ada batasnya, maka menjadi seorang ibu harus memiliki kesabaran yang tiada batas. Kesel sama dosbing sih tidak masalah, tapi kesel sama anak efeknya kemana-mana. Mulai dari berefek ke produksi asi, anak ikutan rewel, suasana hati yang naik turun, dan suami yang jadi imbas karena dimarah tanpa sebab jelas. Maaf ya pak suami, tolong buatin cokelat hangat untuk memperbaiki suasana hati.

Penggarapan tesis dilanjut. Saya berterima kasih kepada situasi pandemi karena hal ini memaksa untuk mengurangi kegiatan tatap muka bersama dosbing. Alhamdulillah, setidaknya saya tidak menyaksikan siaran langsung dosbing yang marah-marah karena saya telat revisi. Sedih sekali rasanya dianggap kurang serius mengerjakan tesis. Padahal tesis ini dikerjakan dengan sepenuh hati. Setiap hari setelah bayi tidur, yang menjadi prioritas adalah mengerjakan revisi. Bahkan lanjut hingga tengah malam di setiap harinya. Bisa dibayangkan, perdua jam saya harus menyusui bayi dimana rasa kantuk luar biasa tak jarang menyelinap. Setelah menyusui saya lanjut kembali menghadapi leptop yang sudah berjam-jam on fire. Setelah selesai semua itu barulah beranjak tidur, dan barulah mau lelap, eh si bayi bangun lagi. Begitu seterusnya setiap hari setiap malam. Setiap hari saya belajar sabar. Menyabarkan hati bahwa semua aka nada titik ujungnya.

Benar saja, titik ujungnyapun tiba. Pertengahan tahun saya ditakdirkan untuk ujian sidang. Perasaan bahagia dan cemas menjadi satu. Tapi saya lebih bahagia karena semua revisi-revisi ini akan berakhir, lebih bahagia lagi karena saya bisa fokus merawat si bayi yang sekarang mulai beranjak protes bila ibu nya sibuk sendiri.

 

sah menyandang gelar magister dengan proses yang naik turun, tapi lebih banyak turunnya sih..

Apalah arti gelar ini. Sesungguhnya prestasi akademik ini bukan apa-apa jika dibandingkan dengan menjadi seorang ibu. Setelah menjadi seorang ibu, saya mulai paham mengapa Allah menciptakan surga dibawah telapak kaki ibu. Setelah menjadi seorang ibu, saya mulai paham mengapa Allah memberi tanggung jawab ini di pundak wanita. Tiada berarti semua gelar ini bahkan untuk pendidikan yang paling tinggipun belum bisa menjamin untuk menjadi seorang ibu yang baik. Salut untuk para ibu yang kesabarannya luar biasa. Dan saya Cuma remahan kerupuk yang belum bisa sabar menghadapi anak satu saja. Mata kuliah di kampus tidak ada yang mengajarkan secara detail “how to be great mom”. Bahkan jika ada buku -yang mengupas tuntas bagaimana menjadi ibu yang baik-, itu hanyalah sebuah teori saja. Tidak ada yang bisa belajar menjadi seorang ibu yang baik jika tidak berhadapan langsung dengan si buah hati. Setiap hari seorang ibu disuguhkan dengan ujian yang diluar perkiraan. Anak tidak mau makan, anak rewel minta gendong, anak tidak mau tidur siang, anak yang asyik mandi dan tidak mau berhenti, anak yang menangis tengah malam, anak yang jatuh terus ketika belajar berjalan, anak yang tutup mulut padahal ibunya sudah capek-capek masak, anak yang demam karena vaksin, dan seterusnya dan seterusnya.

Apalah arti gelar ini. Setiap hari kita belajar. Dan intinya masih diseputaran belajar sabar. Tidak kuduga sebelumnya bahwa ada yang lebih membuat bersabar selain  tuntutan dosbing, yaitu anak kecil pemberian Tuhan yang selalu mencari ibunya walau ia selalu dimarah. Setiap hari si ibu belajar hingga ia sadar bahwa anaknya nanti sudah bisa pergi bermain bersama temannya sendiri. JIka hal itu terjadi, para ibu baru menyadari bahwa anaknya sudah besar dan berharap waktu bisa berjalan mundur sekali lagi. Anakku, jangan cepat besar ya sayang. Walaupun setiap hari ibu kesal hati karena letih, tapi percayalah bahwa tidak ada cinta yang lebih besar melebihi cinta ibu…

Mari kita belajar bersama setiap hari bu dosen…


Peluk cium,
Ira yang masih belajar sabar sambil sibuk gendong anak...


#theAsianparentindonesia

#TAPLombaceritaparent

https://id.theasianparent.com/

https://id.theasianparent.com/cerita-kehamilan/

 

 




Komentar